06 Mei 2013

Belanda Terus Berada di Atas Air


“Banjir lagi-banjir lagi”.

Masalah klasik yang sepertinya bukan hal yang mudah untuk di selesaikan dan menjadi PR bagi pemerintah Kota Jakarta dari tahun ketahun. Kondisi jalanan atau area di Jakarta saat ini menjadi sangat parah dan memprihatinkan ketika hujan turun. Jangankan hujan lebat, hujan dengan intensitas sedang saja sudah berhasil menimbulkan genangan. Belum lagi jika hujan turun dalam waktu yang lama, wah banjir dimana-mana. 
Banjir di Kawasan Bundaran HI, Jakarta.

Drainase Kota Jakarta yang buruk, menjadi salah satu penyebab utama banjir. Drainase yang berupa gorong-gorong di bawah jalanan di Jakarta sangat kecil dan tua. Misalnya saja drainase yang berada di sepanjang jalan Sudirman-MH Thamrin hanya berkelas mikro. Lubang resapan di sisi jalan hanya berdiameter 60 cm. Resapan ini tersambung dengan gorong-gorong di bawah trotoar yang memiliki diameter 80 cm. Fyi, gorong-gorong kelas mikro itu tidak mampu menampung beban curah hujan yang banyak. Kota yang memiliki ketinggian rendah seperti Jakarta harusnya memiliki sistem drainase terpadu lebih baik.

Waterway di Belanda

Polder River Expansion

Sistem Drainase yang baik? Nampaknya kita perlu belajar dari Belanda.
Belanda merupakan Negara yang memiliki sistem pengelolaan air terbaik di dunia. Salah satu kota yang drainase-nya dikelola oleh Belanda pada masa kolonial adalah Yogyakarta, tepatnya di daerah Kotabaru yang dulunya dikenal dengan nama Nieuwe Wijk. Merupakan daerah pemukiman Belanda yang memiliki desain pola radial yang sangat rapi serta infrastruktur yang terencana. Dibangun saluran bawah tanah untuk mengelola limbah rumah tangga guna mencegah pencemaran lingkungan serta mengalirkan air hujan ke selokan kecil yang kemudian bermuara pada pembuangan akhir. Nieuwe Wijk tidak pernah banjir.
 
Sistem Polder di Kinderdijk, Belanda.

Sketsa Sistem Polder.

Belanda menerapkan sistem polder yang kompleks untuk mempertahankan wilayah Belanda dari ancaman banjir dan air pasang. Sistem ini dimulai di Belanda pada abad ke-11 yang kemudian disempurnakan dengan adanya penggunaan kincir angina pada abad ke-13. Polder adalah dataran rendah yang membentuk daerah yang dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah ini air buangan seperti air kotor dan air hujan dikumpulkan di suatu badan air (sungai, kanal) lalu dipompakan ke badan air yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya dipompakan ke sungai atau kanal yang bermuara ke laut. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari permukaan laut dan sungai. Air dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika terdapat kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar sistem polder.

Proyek Delta (Delta Works/Deltawerken)

Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir perkotaan. Suatu subsistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut sangat demokratis dan mandiri sehingga dapat dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam hal pengendalian banjir kawasan permukiman mereka.
Belanda berjuang melawan banjir yang hampir satu milenium menimpa. Salah satu bencana banjir yang paling banyak memakan korban jiwa adalah yang terjadi pada tahun 1953. Pada akhirnya Pemerintah Belanda membuat Proyek Delta (Delta Works/ Deltawerken), yakni pembangunan infrastruktur polder strategis untuk menguatkan pertahanan terhadap bencana banjir. Secara konsep, Proyek Delta ini akan mengurangi resiko banjir di South Holland dan Zeeland untuk sekali per 10.000 tahun. Belanda memang negri yang tidak berhenti untuk berinovasi. Meskipun begitu, Belanda terus menerus menyempurnakan sistem poldernya, hal ini adalah perjuangan yang dilakukan Belanda untuk terus berada di “atas air”.
Kita patut belajar dari sang ahli.

Ditulis oleh: Raisa Amelia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar